Tuesday, November 17, 2009

Reformasi Birokrasi Tuntutan Perubahan Pelayanan ...

REFORMASI BIROKRASI TUNTUTAN PERUBAHAN PELAYANAN BERBAGAI ASPEK


Selama ini kantor pemerintah punya emage sebagai tempat orang-orang yang memerintah. Kesalahan persepsi seperti ini sudah berlansung sejak terbentuknya pemerintahan di republik ini sehingga aparatur pemerintah (birokrasi pemerintahan) yang seharusnya sebagai alat pemerintah dalam melaksanakan tugas pemerintah; untuk melaksanakan tugas pelayanan publik menjadi kurang jelas. Esensi seperti ini kurang di sadari oleh aparatur atau aparatnya pemerintahan tetapi lebih kepada pemaknaan aparatur pemerintahan sebagai orang-orang yang memerintah atau tukang perintah. Dalam kontek ini dapat dipahami bahwa, pemerintah dan aparatur pemerintah adalah berbeda dalam tugas dan fungsinya. Pemerintah adalah sekelompok orang yang mendapat mandat dari raknyat secara lansung melalui proses demokrasi (Pemilihan Umum/Pilpres, Pilkada) secara priodek dan berkesinambungan yang telah diatur bedasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; merupakan hasil konsensus sekelompok orang yang telah mendapat kepercayaan dari rakyat melalui proses demokrasi tersebut, dengan tugas dan fungsinya membawa dan menampung aspirasi public, menginterprestasikan harapan publik dan diwujudkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang berisi perintah untuk dilaksanakan, dan dilaksanakan melalui oleh aparatur atau aparatnya pemerintah (birokrasi pemerintahan). Dengan demikian aparatur pemerintah (birokrasi pemerintahan) bukan melaksanakan tugas memerintah/perintah tetapi melaksanakan tugas pemerintah atau melaksanakan perintah sebagaimana yang diamanatkan peraturan perundang-undangan yang secara teknis oprasional di atur melalui peraturan pemerintah (PP)/perpu, kepmen dan perda yang memunculkan prosedur, pedoman, petunjuk pelaksanaan (juklak)/petunjuk teknis (juknis) pelaksanaan pelayanan publik. Demikian pula, tugas dan fungsi dari aparatur pemerintah (birokrasi pemerintahan) adalah pelayanan publik bukan tukang perintah sebagai yang memerintah. Karena tugas aparatur pemerintah (birokrasi pemerintahan) sebagai pelaksana perintah dari yang memerintah untuk tugas dan fungsi pelayanan publik maka tidak mempunyai otoritas atau kewenangan untuk melakukan perintah kepada publik, yang dapat berubah makna jadi orang yang minta dilayani dan bukan melayani. Jadi aparatur pemerintah dalam memberikan pelayanan publik dengan batasan yaitu bersifat persuasive (membujuk), mengajak, mengimbau publik bukan bersifat perintah dan memerintah.

Posisi publik yang dilayani baik itu yang sifatnya internal maupun ekternal (individu atau kelompok) lebih tinggi kedudukannya dari pada orang atau aparatur pemerintah (birokrasi pemerintahan), hal ini sebagaimana disebut bahwa orang yang dilayani itu adalah “raja”. Dalam implementasi dan prosesnya, fenomena aparatur birokrasi kita masih menganut paham atau mengkondisikan sebagai raja yang mempunyai makna ingin dilayani dan bukan melayani, maka kedudukan aparatur pemerintah (birokrasi pemerintahan) mengkondisikan lebih tinggi dari publik yang harus dilayani dan bukan sebaliknya.

Sumber utama perintah dari publik dan dipercayakan kepada sekelompok orang yang dipilih secara demokratis, mendapat perintah dari publik untuk merumuskan dan membuat perintah yang diwujudkan dalam peraturan perundang-undangan yang berisi perintah untuk dilaksanakan aparatur pemerintah (birokrasi pemerintahan). Kita juga tidak boleh lupa bahwa aparatur pemerintahan juga di rekrut dari publik yang juga untuk melayani/mengurusi publik.

Pemerintah yang mendapatkan mandat untuk melakukan perintah dan aparatur pemerintah birokrasi pemerintahan) sebagai yang mendapat tugas untuk melaksanakan perintah dari yang mememrintah untuk melaksanakan pelanayanan publik.

Yang menjadi pertanyaan, apa yang perlu dilakukan pemerintah dalam masalah ini?.

Dalam memperkuat dan pengintegrasian tugas pelayanan kepada setiap individu aparatur maupun kelompok/organisasi pemerintah (birokrasi pemerintahan) sebagai pelaksana perintah dalam pelayanan publik, hal ini terkait dan merupakan upaya bagian dari reformasi birokrasi pemerintahan sebagai ujung tombak pelayanan publik, serta dalam rangka meningkaktan sosialisasi peran birokrasi pemerintah sebagai pelayanan publik dan memudahkan dalam memberikan pemahaman tugas dan fungsi dari instansi yang ada maka perlu dilakukan yaitu, mengubah sebutan nama-nama instansi pemerintah dengan mencantumkan kata “Pelayanan Urusan”. Contohnya adalah sbb:

Nama Istansi yang lama

1. Departemen Dalam Negeri

2. Departemen Perhubugan

3. Departemen Agama

4. Dep. Pendidikan Nasional

5. Kantor Gubernur Povensi DKI Jakarta

6. Kantor Kabupaten/kota DKI Jakarta Pusat

7. Kantor Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat

8. Kantor Kelurahan Johar Baru Jakarta Jakarta Pusat

Nama instansi yang baru

1. Departemen Pelayanan Urusan Pemerintahan Dalam Negeri

2. Departemen Pelayanan Urusan Transportasi

3. Departemen Pelayanan Urusan Agama

4. Dep. Pelayanan Urusan Pendidikan Nasional

5. Kantor Pelayanan Urusan Pemerintahan Tingkat Provensi Gubernur DKI Jakarta

6. Kantor Pelayanan Urusan Pemerintahan Tingkat Kabupaten/Kota Jakarta Pusat.

7. Kantor Pelayanan Urusan Pemerintahan Tingkat Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat

8. Kantor Pelayanan Urusan Masyarakat Kelurahan/Desa Johar Baru Jakarta Pusat.

Jadi, untuk merubah mental aparatur pemerintah (birokrasi pemerintahan) dari ingin dilanyani dari pada melayani, yang dirubah bukan hanya peraturan, sistem, budayanya tetapi institusinya juga harus diubah yaitu dengan mengubah nama instansi yang benar-benar mengkaitan dengan kata “pelayanan” dalam “urusan” tertentu. Biar setiap aparatur tahu betul dengan tugas dirinya dan instansinya dan juga publik dapat dengan mudah memahami tugas dari suatu instansi dan aparaturnya.

No comments:

Post a Comment