MASALAH MOTIVASI ANAK DIDIK DALAM BELAJAR
Pada umumnya, dari dulu sampai sekarang masalah yang bermasalah adalah tidak/kurang adanya keseriusan atau kesungguhan, dalam kata lain yang kita kenal adalah tidak/kurang/lemah motivasi anak didik untuk belajar. Tidak/kurang/lemahnya motivasi belajar anak didik bukan saja dikeluhkan oleh guru pada umunya di sekolahan dan juga menjadi keluhan orang tua didik. Permasalahan yang sama juga menjadi permalasahan pada aparatur di dalam birokrasasi pemerintahan.
Motivasi
Mativasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti “dorongan” atau daya penggerak . Motif adalah suatu peransang keinginan (want) dan daya pengerak kemaun bekerja seseorang; setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai (Malyu S.P. Hasibuan: 2007:92-95).
Kata “motif”, diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat diartikan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subyek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai kondisi internal (kesiapsiagaan). Berawal dari kata “motif” itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya pengerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sanggat dirasakan mendesak (Sardiman: 2007:73).
Motivasi (motivatioan) diartikan sebagai kekuatan dorongan, kebutuhan semangat, tekanan, atau mekanisme psikologis yang mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai prestasi tertentu sesuai dengan apa yang dikehendakinya (Sudarwan Danim: 2004:2).
Harold Koontz, motivation refers to the drive and effort to statsfy a want or goal. Artinya: Motivasi mengacu pada dorongan dan usaha untuk memuaskan kebutuhan atau suatu tujuan. (Malyu S.P. Hasibuan: 2007:95)
Wayne F. Cascio, motivation is a force tahat result from an individual’s desire to statisfy there needs (e.g. hunger, thirst, social approval). Artinya: Motivasi adalah suatu kekeuatan yang dihasilkan dari keinginan seseorang untuk memuaskan kebutuhannya (misalnya: rasa lapas, haus, dan bermasyarakat).
Harold J. Leavitt; Muslicha Zarkasi :1992:7).Motivasi (motivation) yang melatarbelakangi perilaku, yang dikenal dan suatu “desakan” atau “keinginan” (want) atau kebutuhan (need) atau suatu “dorongan” (drive).
Dari beberapa pengertian motif dan motivasi di atas maka dapat disimpulkan. Motif adalah ransangan awal muncul karena ada suatu keinginan (kita mengartikan motif juga adalah niat). Motif adalah dasar/awal untuk memunculkan keiginan. Sedangkan motivasi adalah kekuatan dorongan yang berawal dari sutau keiginan dan berusaha untuk mencapai atau terpenuhinya suatu tujuan tertentu sesuai keiginan/niat.
Contoh 1: Seorang yang lapar igin makan untuk menghilangkan rasa lapar. Lapar (motif), keinginan (motivasi), hilang rasa lapar (tujuan). Yang di dalam psikologi manajemen disebutkan: perilaku itu mempunyai penyebab, perilaku itu mempuyai motivasi, perilaku itu dimotivasi oleh tujuan (Harold J. Leavitt: oleh Muslichah Zarkasi,1992:10). Jadi rasa lapar adalah sebab-akibat atu motif, keinginan untuk makan memunculkan motivasi, dan menghilangkan rasa lapar sebagai tujuan (tercapainya tujuan karena motivasi).
Contoh 2: Seseorang melakukan pembunuhan terhadap seseorang. Niat awal orang tersebut membunuh (sebagai motif), membunuh karena ada keinginan mendesak dan memunculkan motivasi (dorongan), untuk mencapai tujuan dari si pembunuh. Tujuan membunuh itu bisa kerena ingin mengambil harta orang yang dibunuh, karena perang, karena sakit hati terhadap seseorang, dll.
Niat, seperti yang sudah umum kita dengar: Orang melakukan sesuatu tergantung dari niatnya. Misalnya: Niat untuk korupsi, keinginan melakukan yang menimbulkan dorongan (motivasi), tujuan untuk memperkaya diri/kelompok. Ini adalah niat tidak baik. Niat seorang muslim. Seperti, umur 60 tahun akan berangkat Haji. Karena sudah niat haji, kemudian dorongan untuk menabung untuk tujuan haji.
Mengapa anak didik tidak/kurang/lemah motivasi belajarnya?
Kalau kita melihat dari permasalahan dan pengertian motivasi di atas maka dapat kita identifikasi masalah tentang tidak/kurang/lemahnya motivasi anak belajar.
Untuk anak didik SMP, Siswa Sekolah Menegah Atas dan Perguruan tinggi:
1. Rasa ingin tahu dari anak didik tidak ada atau rendah
2. Tidak mempunyai cita-cita yang akan diraih (seperti menjadi:Insiyur,dokter, ekonom, politikus, dsb)
3. Tidak ingin berprestsi di sekolah (mencapai nilai baik dan terbaik)
4. Tidak ada keinginan untuk melanjutkan sekolah, diterima di sekolah berkualitas.
5. Persepsi, sekolah tinggi-tinggi tidak ada peluang pekerjaan.
6. Tidak/kurang menghargai atau tidak ada rasa kasihan dengan orang tua
7. Sekolah hanya ikut-ikutan teman-teman
8. Tidak bakat sekolah, sekolah karena dorongan orang tua
9. Bersekolah pada sekolah tidak sesuai dengan keinginan
untuk anak anak didik SD
1. Rasa ingin tahu anak didik tidak ada atau lemah
2. Tidak ada keinginan untuk mendapatkan nilai yang lebih baik dan tinggi
3. Tidak sayang sama bapak/ibu
Motivasi dilihat dari sumbernya terdiri dari motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik yang bersumber atau kemunculannya dari diri setiap orang. Motivasi ekstrinsik bersumber atau kemunculnya dari luar diri setiap orang. Harold J. Leavitt (Muslihchah Zakasi: 1992:24), motivasi intrinsik mempunyai arti seperti bunyinya, yaitu memotivasi dari dalam diri seseorang; seseorang melakukan sesuatu karena ingin melakukannya. Motivasi ekstrinsik bersal dari luar diri orang tertentu. Seseorang melakukan sesuatu untuk memenangkan suatu hadiah yang khusus ditawarkan untuk perilaku tersebut.
Contoh: motivasi dari dalam diri seseorang. Si Budi ingin mempunyai prestasi belajar yang bagus dan juara kelas.
Untuk lebih jelas tentang motivasi ekstrinsik maka dapat dicontohkan dengan kegiatan favorit di tanah air yaitu acara perlombaan panjat pinang agustusan. Orang termotivasi melakukan panjat pinang karena untuk mengabil hadiah yang digantung diatasnya. Jika tidak ada hadiah-hadiah digantunkan di jung pohon pinang maka tidak ada yang mau melakukan panjat pinang.
Dari fenomena yang ada dapat kita amati, bisa kita asmumsikan persentase (didasarkan intuisi) motivasi intrinsik dan ekstrinsik untuk anak didik SD, SMP dan SMA (atau sederajat) sbb:
Anak didik (motivasi intrinsik)
> SD = 20%
> SMP = 30%
> SMA = 55%
Orang tua (motivasi ekstrinsik)
> SD = 35%
> SMP = 35%
> SMA = 25%
Guru/sekolah (motivasi ekstrinsik)
> SD = 45%
> SMP = 35%
> SMA = 20%
Jadi untuk mendukung motivasi penuh (optimal) belajar anak didik atau siswa harus dibangun dari ke tiga unsur tersebut: anak didik/siswa, guru/sekolah dan orang tua.
Perlu dipehatikan seperti orang Jawa mengatakan bahwa: Kacang, mangsa tinggala lanjaran. Yang artinya: tidak mungkin seorang anak tidak melakukan apa yang sejak kecil dicontohkan oleh orang tuanya. Demikian pula mengapa bangsa Inggris mengatakan: You can take the boy out of the country, but you can’t take the country out of the boy. Artinya, anak dapat lepas dari daerah kelahirannya tetapi daerah itu tidak akan dapat lepas dari si anak itu (Agus Sujanto, dkk, 1997:9).
Dapat kita maknai bahwa kalau dorongan orang tua terhadap belajar anak tidak ada atau lemah maka anak akan melakukan hal yang sama di sekolah. Jadi orang tua harus bersemangat atau open (perduli) untuk mengarahkan, membimbing, mendorong, memberi pemahaman, dan contoh-contoh yang berhubungan dengan peningkatan motivasi belajar anak, dsb.
Sebagaima pula Agus Sujanto dkk menyimpulkan yaitu betapa pentingya peranan keluarga sebagai peletak dari pola pembentukan kepribadian anak tsb. Sedangkan lembaga pendidikan yang lain tinggalah memberikan isinya saja, untuk selanjutnya akan ditentukan sendiri bentuk dan warnanya oleh anak itu sendiri (penulis: mulai SMA ke atas) sesuai dengan kemampuan, kekuatan dan kreasi si anak itu dalam pertumbuhan dan perkembangannya lebih lanjut.
Dapat kita umpakan dengan laying-layang. Orang tua sudah membuat kerangka yang bagus, kuat dan seimbang, sekolah tinggal meneruskan dengan memberi kertas atau membungkus dengan kertas yang berkualitas, warna-warni yang serasi dan memberikan benang. Si anak tinggal menunggu agin dan menaikan ke udara.
Sebagaimana pula dikemukakan oleh Makmun dan Surya (Riduan, 2009:20), guru sebagai motivator bagi para siswanya harus mampu untuk (1) meningkatkan dorongan siswa untuk belajar (2) menjelaskan secara konkrit kepada siswa apa yang dapat dilakukan pada kahir pelajaran (3) memberikan ganjaran untuk prestasi yang dicapai kemudian hari (4) membuat regulasim (aturan) perilaku siswa. Dalam kegiatan PBM, motivasi sangat diperlukan. Hasil belajar siswa akan menjadi optimal bila ada motivasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Hawley yang mengatakan bahwa para siswa yang memiliki motivasi tinggi, belajarnya lebih baik dibandingkan dengan para siswa motivasinya rendah.
Yang perlu digarisbawahi, jika guru tidak mampu meransang motivasi anak maka proses PBM tidak efektif atau tidak berhasil. Kalau tidak berhasil adalah suatu pekerjaan yang sia-sia. Maka itu, dalam melakukan proses PBM harus dirancang sedemikian rupa, penyampaian yang sistematis, dengan suara yang cukup jelas, membuat konsidisi belajar tidak tegang tapi menyenagkan. Jika bisa sedikit homoris. Rasa senang akan menumbuhkan motivasi juga dan sedikit humoris. Kalau sudah tidak senang motivasi juga lenyab. Mengajar dan mendidik itu harus dilkukan dengan seni (art).
Seni secara sederhana bisa kita fahami yaitu: indah, menarik dsb. Agar mempunyai nilai seni: indah dan menarik maka perlu dirancang (didesain) cara penyampaian materi ajaran. Orang yang mampu melakukan pekerjaan ini adalah orang punya bakat mengajar atau orang yang banyak belajar. Artinya orang yang kurang berbakat untuk mengajar bisa melakukan pekerjaan mengajar asalkan banyak belajar dari buku dan media-media lainnya.
Ciri dari orang punya bakat mengajar atau orang yang banyak belajar selalu berenovasi, kreativitasnya tinggi, tidak mengelung dalam menghadapi sikap dan perilaku anak/siswa. Ciri dari orang yang tidak/kurang berbakat mengajar, cara mengajar menoton atau tidak enovatif dan kreatif dan banyak keluhan dalam menghadapi siswa. Jadi bawaannya marah-marah dan stress. Masuk ke kelas membawa wajah muram. Akhiranya mengajar hanya sebagai pelaksanaan tugas atau kewajiban sambil berkata dalam hati “mau gerti atau tidak masa bodo”. Yang penting sudah melaksanakan tugas. Terhindar dari sifat demikian, seorang guru harus melakukan aktualisasi diriyaitu dengan belajar dan belajar.
Belajar sepajang hidup. Guru secara terus menerus berhadapat dengan manusia maka juga harus memperdalam dan memperluas pengetahuan psikoligi anak disamping disiplin ilmu lain yang berkaitan. Mempedalam dan memperluas atau memberdayakan diri (self empowerment) sesuai dengan tugas atau profesi kita merupakan bagian dari tugas kita bukan hanya tugas dari lembaga atau organisasi dimana kita bekerja. Karena hal itu adalah modal dan harga diri kita. Ingat kata Tuhan “orang yang berilmu akan ditinggikan derajatnya”. Kalau kita tidak berilmu siapa yang mau meninggikan derajat kita. Tolong difahami dalam kontek ini, bukan “ilmu santet”.
Contoh konkrit: kalau dikampung-kampung ada orang tua atau setengah tua punya pengetahuan, karena berpengatahuan punya wawasan pemikiran luas. Kalau ada salah satu masyarakat mengudang baik acara syukuran atapun selamatan dsb, tuan rumah selalu menyeapkan tempat duduknya yang pantas dan terhormat. Disini kita lihat, dengan pengetahuan dan wawasanya yang luas selalu menjadi tumpuan untuk meminta pendapat atau pemikiran dalam berbagai hal. Oleh karena itu telah ditinggikan derajatnya oleh dia sendiri dan oleh orang/masyarakat lingkungannya.
Kepribadian guru juga sangat mempengaruhi motivasi anak belajar. Oleh karena itu pula guru harus mendesain kepribadian yang pantas dicontoh dan diteladani oleh semua anak didik. Karena guru adalah model bagi anak didik. Contohnya, ada guru yang diidolakan anak dan ada pula yang tidak. Guru yang tidak diidolakan anak didik, anak kepinginnya tidak usah masuk kelas atau guru masuk kelas anak bersikap cuek atau anak membolos. Kita juga pernah mengalami hal seperti ini.
Kepribadian guru mempengaruhi motivasi belajar anak didik sebagaimana yang dikemukakan Zakiah Dradjad (Riduan, 2009:20), kepribadian adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap keseberhasilan seorang guru. Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah dia akan menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghacur bagi hari depan anak didik terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat sekolah dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).
Tingkat sekolah dasar yang dimaksudkan di atas dapat difahami adalah anak didik SD sampai dengan SMP sesuai dengan penetapan wajib belajar 9 tahun.
Tentang kepribadian guru berikut hasil temuan oleh Riduan (2009:20) menjelaskan sbb: Kepribadian yang ditampilkan guru dalam mengajar sesuai dengan harapan siswa, maka siswa akan termotivasi untuk belajar dengan baik. Namun kenyatakan menunjukkan, seringkali kepribadian guru dalam KBM kurang membangun motivasi siswa. Hal in teramati pada saat melakukan (PLBK) Praktek Lapangan Bimbingan dan Konseling dan (PPL) Program Pengalaman Lapangan terhadap kpribadian guru, dimana guru seringkali berprilaku yang kurang patut diteladani dan kurang menggugah motivasi belajar siswa. Hal ini terlihat dari seringnya guru terlambat ke kelas, menggunakan metode pembelajaran yang kurang menyentuh aspek psikologis siswa, menyajikan materi tidak sistimatis, tidak ramah, lekas marah, tidak melibatkan siswa dalam PBM, tidak memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengungkapkan idea tau gagasan, sehingga siswa tidak tertarik untuk mempelajari mata pelajaran yang diberikan guru.
Dari penjelasan di atas, tentang kepribadian guru terhadap motivasi belajar anak didik/siswa sejalan dengan apa yang kita amati. Seperti guru jarang sekalai begitu bunyi bel masuk dia masuk ke kelas. Keseringan guru diingatkan atau dipanggil/dijemput oleh anak didik. Sehingga waktu yang disediakan atau terjadwalkan menjadi kurang efektif. Budaya ingin dilayani masih sangat kental daripada budaya melayani. Seperti yang sering kita kemukan bahwa kesadaran masih kurang dan kewajiban sebagai melayani lemah karena lemahnya kesadaran kita.
Sebagai pimpinan sekolah pengawas sekolah sering-sering bertanya kepada siswa, bagaimana cara mengajar guru-gurunya. Anak akan memberikan informasi tentang guru yang mengajarnya secara objektif. Dari informasi tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk program peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru. Yang sangat kita tidak inginkan kalau kelapala sekolah tidak mampu menunjukkan kualitasnya begitu juga dengan pengawas pendidikan. Kalah sisik dengan guru. Misalnya, kepala sekolah dan pengawas tidak melakukan supervisi kelas untuk melihat dan menilai secara komprehensif cara mengajar guru di kelas. Yang jadi masalah, yang disupervisi lebih berkualitas daripada yang mensupervisi, ini sangat merepotkan. Oleh karena itu yang memimpin harus lebih siap dari yang dipimpin. Ini terkait dengan masalah harga diri/kepribadian dan dalam pemberian motivasi pada orang yang dipimpin. Masksudnya, kepala sekolah adalah guru dari guru, pegawas sekolah gurunya dari kepala sekolah.
Kalau kepala sekolah lebih tahu daripada pengawas, wah jadi repot itu. Kita bisa melihat dari kenyataan dan membadingkan kepemimpinan bangsa dan pemerintahan kita mulai orde lama, orde baru dan orde reformasi saat ini. Demikian juga kita dapat melihat dan menilai keberhasilan pimpimnan di dunia, mana yang bagus (berkualitas) dan tidak bagus. Demikian pula disekolahan, sering pergantian pempinan. Dari pergantian pimpinan itu kita dapat merasakn dan memberikan penilaian mana yang bagus dan mana yang tidak. Yang perlu kita fahami bersama bahwa pimpinan berkualtas akan memberikan keberhasilan, perbaikan dan kemajuan organisasi/unit/negara yang dipimpinnya.
Kekauatan Movitasi Ekstrinsik Oleh Guru Terhadap Anak Didik (Contoh Riil).
Kekuatan motivasi eksternal dari beberapa teman guru. Memberikah hadiah kepada hasil ujian harian, ujian semesteran dan ujian nasional. Ada guru mata pelajaran X membuat kesepakatan dengan anak didik. Nilai terbagus masuk 10 besar dari 40 anak (satu kelas) diberi hadiah selverquin (kueh coklat). Dana dikumpulkan dari anak per anak 1000. (dari anak untuk anak untuk tujuan anak). Setelah hasil ulangan harian dikoreksi oleh guru X lalau dibuar ranking 1 s/d 40. Yang masuk 10 besar mendapatkan kueh coklat dengan jumlah yang berbeda. Yang nomor satu tentu lebih banyak, tetapi yang tidak masuk 10 besar juga dapat satu orang satu kuih. Ternyata dari cara demikian motivasi anak belajar positif. Ada usaha untuk memperoleh nilai yang lebih tinggi agar mendapatkan hadiah. Anak didik jadi kompetitif (bersaing). Sanagat berbeda hasilnya atara ulangan harian sebelumnya tidak memberikan hadiah.
Ada juga guru mata pelajaran matematika mencoba memberikan hadiah. Yang satu ini tidak mengumpulkan data dari peserta didik. Menggunakan uangnya sendiri. Cara deikian dilakukan melihat motivasi belajar anak mata pelajaran matematikan hamper tidak ada. Gurunya sudah pusing tujuh keliling. Mengadu kesemua guru tentang rendahnya motivasi anak belajar matematika. Guru tersebut berjanji kepada kepada anak didik. Bagi siswa yang mendapatkan nilai ulangan harian matematika nilai delapan ke atas akan diberikan hadiah 20.000 peranak. Kebetulan dilakukan pada salah satu kelas yang sangat rendah sekali motivasi belajar matematika. Cara demikian ternyata dapat mendongkrak hasil ujian harian anak. Ada sekitar delapan anak mencapai nilai delapan ke atas.
Ada pula guru membuat cara menjawab soal dengan membuat tekateki silang. Dengan cara ini kelihatan anak merasa senang dan bersemangat mengerjakan soal ujian harian. Rasa senang dan bersemangat menunjukkan adanya motivasi anak.
Ada juga juru matematika berjanji memberikan hadiah secara pribadi kepada anak didik pada ujian nasionanl. Guru matematika tersebut berjanji, jika 10 anak didik mendapatkan nilai 10 maka akan diberi hadiah jalan-jalan ke Kebun Bitang Ragunan Jakarta Selatan. Cara ini juga sangant efektif, terlihat dari antusias anak didik dalam mempersiapkan ujian nasional. Hasilnya dapat mendongkrak nilai peserta didik ujian nasional, meskipun tidak mencapai tergat 10 orang, tetapi ada mendapat nilai 10 dua orang nilai 9 orang dan nilai delapan 15 orang dari 97 peserta ujian nasional. Dalam hal ini pula kelihatan secara signifikan semangat, gairah, antusias, kesungguhan anak untuk mempersiapkan diri untuk ujian nasional.
Guru bahasa inggris membuat janji dengan siswa. Jika mampu memperoleh nilai ujian nasional delapan ke atas akan diberi hadiah 50.000 per-anak. Uang pribadi guru tersebut. Hal ini juga mendorong anak melakukan persiapan ujian nasional bahasa inggris dengan sungguh dan samangat yang tinggi. Hasilnya ada 12 anak yang memperoleh nilai delapan ke atas dari 97 peserta ujian nasional. Dengan melihat prestasi dan motivasi belajar anak-anak tidak ada yang mencapai nilai delapan ke atas. Guru yang mengajari anak kelas IX tersebut sanagat pesimis. Dengan cara memberikan hadiah ternyata dapat menghilangkan rasa pesimis guru tersebut dan hasilnya sangat mengagatkan dia sendiri.
Yang kita inign garisbawahi dari ketiga perlakuan ekstrinsik tersebut efektif. Dapat mendorong (memotivasi) anak untuk belajar, menimbulkan kompetisi antar sesama anak dan nilai anak sangat bervariasi. Peningkatan prestasi anak didik adalah tujuan sedangkan hadiah kueh coklat, uang dan jalan-jalan keluar kota adalah alat yang digunakan untuk memunculkan motif, keinginan dan motivasi anak didik/siswa.
Perlu kita informasikan bahwa kondisi sekolah 97 % input siswa berasal dari lingkungan kelurga miskin perkotaan. Anak yang kebanyakan dari golognan ekonomi menengah dan atas. Pada awal tahun banyak anak yang berprestasi mendaftar masuk, tetapi setelah diterima di SMP Negeri anak-anak tersebut mengudurkan diri. Tinggalah anak-anak kemampuan sedang dan lebih banyak kemapuan rendah. Karena anak yang kemampuan bagus-bagus tadi sudah diterima di sekolah bagus (berkualitas), sekolahan kita kekosongan bangku atau peserta didik baru. Dan jumlahnya cukup banyak.Bisa separuhnya mengundurkan diri. Mau tidak mau, harus menerima anak didik yang tidak diterima dari SMP Negeri (nilai USBN-nya sangat rendah). Sekolah kita juga sekolah negeri dibawah binaan Departemen Agama (MTsN) yang berkedudukan di Jakarta Pusat.
Disi perlu kita berbagi, dengan adanya secaranyata pengaruh motivasi ekstrinsik terhadap motivasi belajar anak/siswa sebagaimana teman-teman lakukan di atas, perlu dicoba lakukan disekolah-sekolah lainya di nusantara. Memberikan hadiah kepada anak berprestasi misanya untuk 10 besar untuk setiap kelas setiap semesteran dan ujian nasional. Walaupun tidak besar tapi sangat besar pengaruhnya terhadap motivasi belajar serta prestasi anak didik/siswa dan akan meningkatkan kualitas proses dan hasil output sekolah.
Seperti yang telah disebutkan di atas yaitu dengan prinsip “dari anak, untuk anak dan untuk tujuan anak”. Dikumpulkan dananya dari anak 100 rupiah/anak dan itu diberikan hadiah dalam bentuk kueh atau permen atau alat-alat tulis bagi anak-anak sudah cukup senang gembira. Suasana belajar akan berbeda. Yang tidak berprestasi pun diberikan karena dia juga sudah berjuang. Yang penting suananya diciptakan senang dan gembira. Seakan-akan tidak ada kalah dan menang. Cuma pembagian hadiah yang berbeda antara yang berprestasi seperti yang diharapkan dengan yang tidak.
Demikian juga dengan orang tua, buat janji dengan anak kalau nilai bisa mencapai rata-rata X maka akan diberi hadiah. Hadiah dalam arti mendidik, jangan sampai menyesatkan anak. Harga terjangkau, seperti mebawa anak berbain ketempat wisata atau berbentuk makanan, barang dan alat tulis menulis dsb.
Jadi bagian dari tugas guru dan sekolah adalah motivasi anak belajar, dengan menumbuh kembangkan. Secara terus menerus menstabilkan dan meningkatkan. Menurut Yusuf (Ridwan, 2009:20) menjelaskan tentang anak didik yang memiliki motivasi belajar rendah adalah sbb: Siswa yang memiliki motivasi belajar rendah ditandai oleh bentuk tingkah laku sebagi berikut: (1) kelesuan dan ketidakberdayaan (2) penghindaran atau pelarian diri (3) pertentangan (4) kompensasi.
Oleh karena itu guru/sekolah dan orang tua anak didik/siswa, memberi kegairahan, menjadikan berdaya, membuat belajar adalah pekerjaan yang menyenangkan, tidak menimbulkan pertentangan dan memberikan hadiah kepada anak yang berprestasi, seperti anak yang mendapatkan nilai murni 7 ke atas diberikan hadiah besarnya bervariasi.
Penutup
Motivasi belajar anak didik/siswa agar dapat optimal dibagunan melali 3 unsur yaitu oleh siswa sendiri, guru/sekolah dan orang tua didik. Ketiga unsur merupakan satu kekuatan harus saling kerjsama. Oleh karena itu anak/siswa harus peduli (open) dengan dirinya, demikian juga guru/sekolah dan orang tua didik melaksanakan peran sebagai motivator.
Untuk memancing atau membangkitkan/meransang motivasi intrinsik anak/siswa karena tidak ada atau lemah maka harus dilakukan dengan motivasi ekstrinsik. Kelihatanya cara demikian dapat memberikan hasil, tetapi langka atau jarang dilakukan oleh sekolah. Sekolah ingin meningkatan kualitas tetapi dengan sedikit berpuat, tidak rasional.
Tidak ada/kurang atau lemah motivasi anak/siswa dalam belajar disebabkan oleh tidak adanya: sebab/akibat (motif), dorongan (motivasi) dan tujuan. Oleh karena itu perlu diinformasikan atau disosilisasikan, dijelaskan dan ditanyakan tujuan dari anak didik/siswa sekolah, yaitu yang berkaitan tidak ada/kurang atau lemahnya motivasi belajar (negative) menjadi kalimat positif.
Untuk anak didik SMP, Siswa Sekolah Menegah Atas dan Perguruan tinggi:
1. Rasa ingin tahu dari anak didik tidak ada atau rendah
2. Tidak mempunyai cita-cita yang akan diraih (seperti menjadi : Insiyur, dokter, ekonom, politikus, dsb)
3. Tidak ingin berprestsi di sekolah (mencapai nilai baik dan terbaik)
4. Tidak ada keinginan untuk melanjutkan sekolah, diterima di sekolah berkualitas.
5. Persepsi, sekolah tinggi-tinggi tidak ada peluang pekerjaan.
6. Tidak/kurang menghargai atau tidak ada rasa kasihan dengan orang tua
7. Sekolah hanya ikut-ikutan teman-teman
8. Tidak bakat sekolah, sekolah karena dorongan orang tua
9. Bersekolah pada sekolah tidak sesuai dengan keinginan
untuk anak anak didik SD
1. Rasa ingin tahu anak didik tidak ada atau lemah
2. Tidak ada keinginan untuk mendapatkan nilai yang lebih baik dan tinggi
3. Tidak sayang sama bapak/ibu
Perbaikan sikap dan perilaku atupun kepribadian, pemberdayaan diri sebagai modal dan harga diri dalam jenis pekerjaan apapun, dimanapun tempat kejara kita. Meningkat dan ditingkatkan oleh kita sendiri dan organisasi. Dilakukan melalui aktulisasi diri, mengikuti perubahan dan perkembangan sesuai dengan pekerjaan/profesi kita.
Guru/sekolah sebagai motivator bagi anak didik/siswa juga harus bisa memotivasi diri untuk lebih berdaya melalui aktualisai diri.
Reperence
Riduan, Penelitian untuk Guru dan Karyawan
Harold J. Leavitt (Muslichah Zarkasi), Psikologi Manajemen
Agus sujanto, Halim Lubis, Taufik Hadi, Psikologi Kepribadian
Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar
Sudarwan Danim, Motivasi Kepemimpinan dan Efektifitas Kelompok
Thursday, December 17, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment