Saturday, January 16, 2010

PERMASALAHAN PEMERINTAHAN DALAM SISTEM KEPEMERINTAHAN

PERMASALAHAN PENYELENGGARAAN & PELAKSANAAN PEMERINTAHAN
DALAM SISTEM KEPEMERINTAHAN INDONESIA.

Permasalahan.

Permasalahan pemerintahan sebagai suatu sistem kepemerintahan yang meliputi legislative, eksekutif /birokrasi dan yudikatif, dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan pemerintahan dipersepsikan oleh masyarakat tidak/kurang baik adalah karena permasalahan mental, sepiritual, sistem, dan budaya.

Perbaikan.

Perbaikan birokrasi pemerintah adalah perbaikan terhadap aspek manusianya dan aspek sistemnya. Aspek manusia (legislative, eksekutif/birokrasi dan yudikatif) yaitu: mental manusianya; spiritual manusianya; dan budaya manusianya. Dan aspek sistem yaitu: kompensasinya; pengawasannya; penilaian kinerjanya; pengembangan kariernya dan pendidikan dan pelatihannya; dan sanksinya.

Perbaikan terhadap aspek mental, spiritual, sistem dan budaya harus dilakukan serta ditingkatkan dari apa yang sudah ada saat ini untuk perbaikan kedepan yang lebih baik sehingga dapat berdampak dalam sikap dan perilaku saat melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing yang berkualitas.

Perbaikan Dari Sumber.

Legislative, ekskutif /birokrasi dan yudikatif bersumber dari masyarakat. Oleh karena itu yang harus dibangun dan diperkuat pembangunan mental, spiritual dan budaya dalam keluarga dan dalam lembaga pendidikan.

Perbaikan Di Dalam Kepartaian.

Khusus untuk jabatan politis dalam sistem kepemerintahan pembangunan mental, spiritual dan budaya yang lebih mendalam dilakukan di dalam organasisi kepartaian. Bahkan bukan hannya itu yang perlu dibangun. Yang perlu dibangun dan dikembangkan pula adalah pengembanan wawasan pengetahuan dan keterampilan atau kompetensi yang terkait dengan task/job (tugas/pekerjaan) atau jabatan politik. Hal ini penting karena permasalahan yang dihadapi pada masa-masa mendatang semakin komplek (rumit) oleh karena itu membutuhkan sumber daya manusia yang profesional dalam bidang task/job atau jabatan politik tersebut. Oleh karena itu pula, rekrutmen dari anggota partai politik minimal S1. Demikian pula untuk jabatan eksekutif dan yudikatif harus menyesuaikan. Jabatan politik bukan lagi di isi dengan orang-orang yang punya uang, punya tampang, terkenal tetapi tidak mempunyai latar belakang pendidikan yang berkualitas. Kalau orangnya punya uang, tampang dan terkenal dan juga berpendidikan minimal strata S1 itu sudah punya modal doubel. Apalagi sudah berpengalaman dalam kepartaian minimal lima tahun, itu sudah multi kualitas.

Perbaikan Pemimpin dan Orang yang Dipimpin.

Di dalam birokrasi perbaikan melalui pendidikan dan pelatihan dan melalui pencontohan oleh kepribadian pimpinan baik mental, spiritual, dan budaya berkualitas terhadap orang-orang yang dipimpin. Oleh karena itu pula rekrutmen untuk pimpinan harus punya mental, spiritual dan budaya kerja yang baik.

Partisipasi Artis Dalam Politik.

Pantasnya para artis yang ingin berpartisipasi di dalam politik praktis tidak meninggalkan lembaga pendidikan formal (legal); supaya berkulitas di dalam dunia pendidikan dan berkualitas pula di dalam bidang acting dan dunia perpolitikan. Tidak sebagai wakil-wakilan yang akan menciptakan penilaian masyarakat atau rakyat (pemilih) kurang baik atau mengecewakan. Seorang artis dengan tingkat pendidikan yang memadai S1, S2 atau S3 kan mempunyai nilai lebih. Jika suatu saat mengalami kebosanan mengeluti dunia acting beralih ke dunia politik dsb akan lebih siap karena sudah mempersiapkan diri. Selama ini ada kesan bahwa orang-orang artis ingin atau tertarik dengan ajakan partai untuk bergabung karena prestise, jabatan, kekuasan, rupiah, pengakuan dan keakuan, dengan sedikit mengabaikan penilaian tentang “pantas atau tidak pantas”.

Jabatan politik adalah jabatan untuk menampung dan melaksanakan aspirasi dari rakyat pemilih; apalagi kalau sudah terpilih bukan lagi pembawa dan melaksanakan aspirasi kantong-kantong pemilih tetapi sudah bersifat menyeluruh yaitu seluruh masyarakat Indonesia. Misalnya terbentuknya suatu peraturan perundang-undangan kan bukan hanya untuk sekelompok orang pemilih atau ditujukan kepada sekelompok bukan pemilih tapi akan ditujukan untuk publik. Tidak lagi mengenal rakyat pemilih dan bukan pemilih. Tidak lagi mengenal warna-warni bendera partai, yang adalah perubahan dan perbaikan untuk semua. Yang ada adalah nama lembaga: MPR RI; DPR RI; Presiden RI, bukan MPR Partai; DPR Partai dan seterusnya. Sebagaimana konsep yang berlaku di Indonesia ini yang mengatakan “Mendahulukan kepentingan orang banyak (“publik”) daripada kepentingan individu dan kelompok”. Kalau orang-orang partai yang ada di dalam sistem kepemerintahan maupun yang berada di luar sistem kepemerintahan saat ini yang juga akan berusaha mendapatkan kesempatan pada saat yang lain untuk mengambil peran. Jika yang ada di dalam sistem maupun di luar sistem dengan memasang niat dan tujuan pristise, jabatan, kekuasaan, rupiah, pengakuan dan keakuan; itu sangat bertentangan dengan kosep “mendahulukan kepentingan orang banyak (publik)” tetapi lebih kepada kepentingan individu dan kelompok. Lembaga perwakilan rakyat dan institusi pemerintahan lainya adalah milik publik bukan milik dari suatu partai tertentu; karena keberadaan lembaga dewan atau institusi pemerintah ditujukan keberadaannya untuk publik. Tidak berbeda dengan jika orang-orang partai yang berada di dalam sistem kepemerintahan tidak bisa berbuat banyak untuk orang banyak tetapi hanya bisa berbuat mengambil lebih banyak dari sautu kedudukan, ini juga sudah mengarah kepada memburu kepentingan individu dan kelompok, sehingga nilai moralitas pengabdian kepada bangsa-negara, rakyat/masyarakat menjadi kabur, alias tidak jelas. Sehingga nilai mudarat (tidak baiknya) lebih besar dari nilai kebermanfaatnya. Dengan mempertimbankan nilai ketidakbaikannya dengan nilai kebermanfaatannya maka kita bisa memposisikan diri sesuai dengan posisi yang tepat.

Masyarakat Menggunakan Kecedasannya.

Masyarakat harus semakin cerdas dan menggunakan kecerdasannya untuk memilih wakil-wakilnya. Jangan hanya percaya dengan pandangan mata semata, tetapi banyak mendengar dan bertanya, harus menggunakan pikiran dan harus dirasakan dengan hati dalam memutuskan pilihan yang setepat-tepantnya. Sama halnya dengan kita mau membeli sesuatu barang yang masih asing (belum dikenal). Sebelum kita memutuskan untuk membeli, kita banyak bertanya kepada banyak orang yang sedikit banyak tahu tentang kelebihan dan kekurangan barang tersebut. Jadi tidak gampang terpesona mata dengan gaya dan tampilan barang terkesan wah (mewah) yang sebenarnya weh-weleh payah deh. Prinsipnya sederhana yaitu dari yang terbaik pasti ada yang paling baik, demikin pula dari yang baik ada lebih baik dan dari yang tidak baik ada yang baik atau mendingan.

No comments:

Post a Comment