Saturday, January 23, 2010

KEPEMIMPINAN GAYA KEMOCENG

KEPEMIMPINAN GAYA KEMOCENG

Anda familier (kenal akrab) dengan yang namanya “Kemoceng”?. Masih ada yang belum dan ada yang sudah mengenal yang namanya kemoceng. Bagi yang belum tahu disini kita coba meberikan gambaran tentang kemoceng itu apa. Anda pernah lihat ayam?. Yang tidak suka makan daging ayam pasti juga tahu dan mengenal ayam apalali senang makan dengan lauk ayam. Ayam binatang ternak bukan ayam jadi-jadian, karena kata ayam bisa pelebelan tertentu pula yang negatif. Ayam binatang ternak yang berbulu. Oleh pengajin bulu ayam dikumpulkan dan dibersihkan; lalu diikatkan ke sepotong rotan sehingga terbentuk membulat sedemikian rupa dengan sekumpulan bulu ayam yang indah, dengan ukuran panjang antara 30 – 40 cm. Di dalam Kamus Besar Indonesia, kemoceng adalah pembersih dari bulu ayam dsb. Dengan perkembangan kreatif manusia kemoceng/kemucing kemudian sudah ada di buat dari bahan selain dari bahan bulu ayam yaitu ada pula di buat dari plastic.

Apa sih kegunaan dari Kemoceng itu?.

Pada umumnya kemoceng biasa digunakan untuk memberihkan debu seperti di atas meja, terkandang orang suka iseng membersihkan jendela kaca rumah dari tebu juga dengan kemoceng, memberihkan tape recorder/radio, rak buku dan untuk membersihkan debu pada mobil. Yang demikian itu adalah penggunaan kemoceng yang sesungguhnya. Kemoceng juga bisa disalahgunakan orang tertentu misalnya orang tua marah sama anaknya karena membandel disuruh melakukan sesuatu tetapi jawaban si anak “entar-sebentar, entar-sebentar atau entar-sok, entar-besok”, yang akhirnya si orang tua jadi emosi dengan serta merta diambilkannya kemoceng digunakan untuk memukul anaknya. Memukul anak dengan kemoceng sambil mengeluarkan kata-kata sumpah serapah “Dasar anak bandel biar jadi ayam juga kamu”. Bisa juga digunakan untuk mengusir kucing dan yang paling mengelikan kemoceng disalahgunakan untuk mengusir ayam dari dalam rumah.

Bagaimana kepemimpinan gaya kemoceng?

Kalau di perkantoran pimpinan bekerja berhadapan dengan berbagai masalah. Karena ada masalah maka perlu ada cara penyesaian atas masalah yang ada. Tugas pimpinan untuk memecahkan berbagai permasalahan yang ada di kantornya. Biar ada kelihatan perubahan pimpinan mencoba membuat keputusan untuk suatu masalah sebagai cara penyelesaiannya. Yang sebenarnya cara yang digunakan itu tidak efektif apalagi untuk bicara efisien dalam peribahasa “Jauh panggang dari api”. Dan prinsipnya bukan mengatasi malalah atas masalah tetapi memindahkan masalah ke tempat lain yang juga masalah. Contohnya begini; Anda membersihkan menja kerja di kantor dari debu dengan menggunakan kemoceng. Debu yang Anda bersihkan dari menja Anda terbang ke meja lain di dalam kontor Anda. Yang berarti debu tidak hilang dari ruangan kerja Anda dan hanya berusaha memindahkan saja. Keharian esoknya tebu tersebut kembali lagi kemeja Anda karena tertiup angin alam atau AC. Pagi ini dibersihkan besok pagi sudah ada lagi. Repot juga yaa!.

Demikian juga pimpinan yang menggunakan pemcehan masalah dengan gaya kemoceng. Dia tidak mengatasi masalah yang dipermasalahkan tetapi hanya memidahkan dari masalah satu ke masalah baru. Jadi masalah yang lama tidak terselesiakan diciptakan masalah baru sehingga terjadi dua atau lebih masalah. Contohnya seperti masalah samapah diperkotaan. Sampah diambil dari lingkuangan keluarga oleh petugas sampah di bawa ke tempat penampungan sementara (TPS) atau sampah pasar. Kemudian sampah diangkut lagi ke tempat pembuangan akhir (TPA). Di TPS sampah mengeluarkan bau tidak sedap dan membuat pusing tujuh keliling masyarakat berdekatan dengan TPS. Lalu bau sampah tidak sedap tersebut juga membuat bau pada hidung masyarakat yang berdekatan dengan TPA dan menimbulkan protes.

Contoh lain misalnya pengadaan jalan tol dengan tujuan setiap orang pengguna bisa cepat sampai pada tujuan tetapi pembangunan jalan tol tidak serta merta tidak ada masalah seperti masalah banjir menutupi jalan tol itu sendiri bisa terjadi karena pembuangan air dari jalan tol tidak lancar. Air dari jalan tol juga bisa menengelamkan rumah warga yang ada di sekitar jalan tol tersbut. Ini artinya mengatasi satu masalah untuk menimbukan dua atau lebih masalah baru. Mengatasi masalah dengan memindahkan masalah yang sebenarnya tidak efektif. Seperti itulah kira-kira kepemimpinan dengan gaya pendekatan kemoceng dalam menyelesaikan masalah.

Masih banyak contoh-contoh lain yang ada di kantor Anda yaitu bisa di lihat dari pergantian kepemimpinan yang satu kepada kepemimpinan selanjutnya. Instilah sederhana “Bongkar-pasang dan bongkar pasang”. Artinya yang satu datang membongkar dan datang yang satunya lagi memasang dan begitu terus selanjutnya. Juga seperti masyarakat sering kontra dengan keputusan pimpinan daerah atas hasil pembangunan karena dianggap tidak menyelesaikan masalah malah membuat masalah baru.

Di sekolahan misalnya, kepala sekolah “X” berkeinginan berat/kuat biar sekolah yang dipimpin kelihatan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat maka harus memperbanyak murid dengan ruang belajar yang terbatas. Terstandarkan untuk ruang belajar maksimal di isi 40 anak didik. Karena ingin murid kelihatan banyak dan juga berharap akan memperbesar pemasukan uang, maka ruang yang terbatas tersebut dipadat-padatkan sehingga satu ruang belajar di isi dengan 50 anak didik di kendalikan oleh seorang guru. Kalau anak didiknya jenius-jenius mungkin tidak begitu bermasalah tatapi tetap bermasalah. Kalau kemampuan anak rata-rata dan di bawah rata-rata dengan 50 anak sangat repot dan melelahkan bagi seorang guru untuk mengendalikan itu sudah pasti. Dan tidak akan terlayani oleh seorang guru, oleh karena itu cara seperti ini tidak efektif dalam melakukan proses pembelajaran. Di sini keputusan kepala sekolah hanya mengejar kuantitas anak didik dan rupiah dan mengorbankan kualitas proses dan hasil didikan. Jadi satu keputusan yang diambil yaitu ingin kelihatan sekolah banyak murid yang selama ini tidak begitu kelihatan karena siswanya relatif sedikit maka menimbulkan masalah baru seperti kualitas peserta didik sudah pasti turun yang sebelumnya juga sudah turun, kelas tidak terkendali, siswa tidak cukup terlayanani dan guru stress, motivasi atau semangat guru megajar juga jadi masalah.

Seharusnya kalau ingin proses dan hasil didikan efektif maka jumlah anak didik/siswa dalam satu ruang belajar harus terbatas dan dibatasi dengan melihat rata-rata kemampuan anak/siswa, sehingga dapat terkendalikan dan terlayani oleh satu orang guru. Realita dan pengalaman, satu ruangan belajar di isi 25 anak/siswa dengan kemampuan rendah seorang guru tidak mampu mengendalikan dan melayani apalagi untuk mencapai proses dan hasil belajar yang efektif juga apalagi ingin meraih tingkat efisien “jauh di mata dekat ke tepian jurang kehancuaran”. Di sini ada dua kemungkinan masalah yaitu ada pada gurunya atau ada pada rata-rata kemampuan anak/siswa. Kalau penulis berkeyakinan permasalahannya ada pada guru yang tidak cukup mampu dalam penguasaan atau pengendalian kelas dan pengembangan metode pembelajaran yang tidak tepat dengan kondisi rata-rata kemampuan anak/siswa yang ada.

No comments:

Post a Comment